Sumber: Kompas.id
Stunting merupakan kondisi yang dialami oleh anak dengan kondisi kekurangan gizi kronis dan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan mereka. Anak dengan kondisi stunting memiliki tinggi badan yang lebih rendah dari standar usianya. Stunting mengakibatkan berbagai dampak, yaitu pada fisik, emosional, kognitif, dan sosial pada anak. Selain itu, stunting dapat meningkatkan risiko penyakit kronis hingga mengakibatkan kematian, serta menyebabkan kemiskinan di masa depan.
Prevalensi stunting masih tinggi di dunia, bahkan di Indonesia. Sehingga, hal tersebut menyebabkan stunting masih menjadi isu prioritas. Menurut data WHO (2017), Indonesia menjadi negara ketiga dengan permasalahan stunting yang tertinggi di Asia Tenggara. Kemudian, dari data Riskesdas (2018) menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia mencapai hingga 30,8%, sehingga dapat dikatakan sepertiga dari anak-anak Indonesia mengalami permasalahan stunting. Angka tersebut masih jauh dari target Sustainable Development Goals (SDGs) yang menargetkan prevalensi stunting di tahun 2025 harus di bawah 20%.
Stunting dapat diatasi atau dikoreksi pada seribu hari pertama kehidupan, sehingga ketika bayi baru lahir hingga berusia dua tahun masih bisa dilakukan modifikasi dan intervensi untuk mencegah terjadinya stunting. Dalam mengatasi masalah stunting, BKKBN telah melakukan berbagai upaya diantaranya yaitu mengoptimalkan pelayanan melalui kader posyandu, penanganan mulai dari sebelum anak lahir dengan melakukan pengecekkan kesehatan pada pasangan usia subur yang akan menikah, serta meluncurkan program siap nikah.
Selain itu, faktor pengetahuan juga menjadi faktor penting harus diperhatikan dalam menangani kasus stunting. Tingkat pengetahuan orang tua mengenai asupan nutrisi pada anak memiliki peranan yang penting untuk mencegah stunting. Orang tua harus mengetahui makanan apa yang diberikan ke bayi dimulai pemberian ASI eksklusif, makanan pengganti ASI, dan asupan makan bergizi yang dapat membantu perkembangan fisik dan otak bayi. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya peningkatan pengetahuan orang tua dengan adanya edukasi gizi. Semakin tinggi pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku konsumsi makanan seseorang. (Roekhanatunnajwa dan Lintang Setia Putri)
Referensi:
1. Purnaningsih, N., Lu'lu'Raniah, D., Sriyanto, D. F., Azzahra, F. F., Pribadi, B. T., Tisania, A., ... & Cahyani, Z. (2023). Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Stunting di Desa Muncanglarang, Kabupaten Tegal. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat (PIM), 5(1), 128-136.
2. Kominfo, 17 Februari 2021. Indonesia Cegah Stunting, Antisipasi Generasi Stunting Guna Mencapai Indonesia Emas 2045. 26 Oktober 2023. https://www.kominfo.go.id/content/detail/32898/indonesia-cegah-stunting-antisipasi-generasi-stunting-guna-mencapai-indonesia-emas-2045/0/artikel_gpr#:~:text=Masalah%20stunting%20penting%20untuk%20diselesaikan,67%20persen%20pada%20tahun%202019.
3. Purbowati MR, Ningrom IC, Febriyanti RW. Gerakan Bersama Kenali, Cegah, dan Atasi Stunting Melalui Edukasi Bagi Masyarakat di Desa Padamara Kabupaten Purbalingga. AS-SYIFA Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat. 2021;2(1):15–22.